JAKARTA (suaralira.com) - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan revisi UU KUHP akan mengakomodir living law atau hukum adat, mengingat hukum adat masih berjalan di 32 provinsi Indonesia. Nasir menyatakan KUHP hasil revisi itu nantinya akan mampu mengayomi semua kepentingan masyarakat dalam berhadapan dengan hukum.
“Kita harap KUHP nantinya bisa akomodir warna-warni dan dinamika hukum yang ada di Indonesia, sehingga bisa menjadi hukum yang tidak terpisahkan dalam membangun masyarakat ini,” ujar Nasir Djamil pada diskusi "Forum Legislasi: RUU KUHP" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (15/03/2016).
Komisi III DPR RI menargetkan dapat menyelesaikan pembahasan revisi UU KUHP untuk buku pertama dari dua buku pada Juli atau Agustus 2016. "Buku pertama ini mengatur soal ketentuan hukum umum. Diharapkan, pembahasannya sudah selesai pada Juli atau Agustus," katanya.
Menurut Nasir Jalil, jika pembahasan buku pertama telah selesai, maka Komisi III DPR RI akan langsung memasuki pembahasan buku kedua yang berisi ketentuan delik hukum. Nasir berharap, dinamika di parlemen akan berjalan stabil, tidak ada kegaduhan politik, sehingga proses pembahasan buku pertama dan buku kedua pada revisi UU KUHP dapat berjalan lancar.
"Jika proses revisi UU KUHP berjalan lancar. maka ini adalah karya dari pembaruan sistem hukum di Indonesia," katanya.
Hal senada dinyatakan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Prof Enny Nurbaningsih SH. Keyakinan Enny tersebut disebabkan hingga kini Panja masih berkutat membahas Buku I untuk mengumpulkan aturan-aturan yang berkembang di tengah masyarakat dan adat istiadat.
Menurutnya revisi KUHP itu mampu mengakomodir praktek-praktek hukum adat yang tetap dipakai masyarakat adat setempat. Pengumpulan (kompilasi) hukum-hukum yang ada membutuhkan kearifan tersendiri mengingat perbedaan pandangan dari masyarakat adat masing-masing.
"Buku ke-1 KUHP akan diselesaikan pada Agustus 2016 ini," ujarnya dalam diskusi forum legislasi DPR di Senayan, Selasa (15/03).
Enny menambahkan paradigma revisi KUHP sekarang ini berubah dimana pemidanaan tidak lagi berdasar balas dendam. Melainkan berdasar prinsip pendidikan dan pembelajaran bagi terpidana terhadap kesalahannya.
Enny mencatat revisi KUHP nomor 1 tahun 1946 mulai masuk program legislasi nasional (Prolegnas) DPR pada 2012. Konsep revisi serupa juga pernah dilakukan pada 1991/1992 diketuai Prof Mardjono Reksodiputro, menyusul konsep tahun 1982/ 1983 sebagai hasil penyempurnaan tim sampai 27 April 1987 yang disempurnakan lagi pada November 1987. Berlanjut konsep revisi tahun 1981/1982 diketuai Prof Soedarto, menyusul konsep tahun 1971 dan 1968. (bs/sl)